Oleh : Nyoman Oketo
Pornography, baik dalam bentuk buku, bacaan komik, video dvd,
ataupun media lainya, sangat marak dan bisa kita dapatkan dengan bebas, seperti
di mini market, toko buku dan penyewaan video.. Benda benda semacam ini
biasanya diberi label “khusus dewasa” menggantikan sebutan pornography. Terus
terang saya tidak tahu apa bedanya dan saya juga tidak akan memperpanjang
perbedaan istilah ini, karena apa yang saya lakukan disini tidak lebih dari
menuliskannya saja. Awalnya karena kurangnya reffrensi, saya sedikit kesulitan
menulis artikel ini, namun berkat bantuan banyak pihak akhirnya tulisan ini
selesai juga. Walaupun bisa dikatakan sangat tidak lengkap atau cuma ulasan
biasa saja, namun tampaknya jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.
Saya mulai dengan majalah. Dari sampul depanya, dengan mudah bisa
ditebak isinya walaupun oleh orang yang tidak mengerti huruf jepang sekalipun,
seperti saya. Mari kita lihat isi didalamnya (sengaja dipakai kata kita, agar
tidak terkesan sendirian). Dengan nyengir mesum membayangkan gambar didalamnya,
dengan malu malu, majalahnya saya buka. Gedabrak! Isinya ternyata cukup membuat
saya (hampir) pingsan, maklum wong ndeso. Tebal majalahnya hampir sama dengan buku
pelajaran ketika sma dulu, namun isinya tentu saja tidak sama (dodol !). Selain
gambar atau foto juga ada artikel, gosip, atau berita lain yang mungkin tidak
ada hubungannya dengan sampul depan. Click
Menariknya, majalah semacam ini bisa dibuka buka secara bebas,
karena dijual tanpa plastik segel pembungkus. Beberapa halamannya, kadang
dibuat lengket menjadi satu, sehingga sama sekali tidak bisa dilihat, selain
membeli, mengguntingnya dengan hati hati dan menikmati isinya. Sialnya halaman
yang lengket itu justru merupakan halaman utamanya. Yang menarik lagi, walaupun
bisa dilihat dengan bebas, saya hampir tidak pernah melihat gerombolan orang
apalagi antrean panjang saling salip, saling sikut dan berebutan ingin membeli
atau membaca. Semuanya tampak biasa biasa saja kecuali kadang kadang tampak
beberapa anak remaja yang melintas dengan tertawa cekikikan, sambil menujuk
pada sampul depan, yang memperlihatkan si model dengan pembungkus pelampungnya
yang hampir meletus atau beberapa orang asing dari negara anti pornography (?)
seperti saya yang melihat atau membuka majalahnya dengan sembunyi sembunyi.
Pembeli majalah ini biasanya adalah golongan pria setengah baya, atau umum
disebut oji-chan atau ossan, yang kadang kadang meninggalkan begitu saja
majalahnya sehabis dibaca di di dalam kereta, karena takut ketahuan istri kalau
dibawa ke rumah.
Selain majalah, pornography juga memasuki dunia komik dalam jumlah
yang mungkin lebih banyak lagi, dengan harga yang jauh lebih murah. Pilihannya
sangat banyak, dari yang 1/2 porno 1/4 porno atau 100% porno. Bagi yang nafsu
besar, dompet melompong, bisa mendatangi toko komik bekas yang banyak terdapat
sekitar stasiun di jepang. Ditoko ini, kita bisa membaca atau melihat lihat
halamannya bukunya sepuasnya tanpa ada keharusan untuk membeli. Karena harganya
sangat murah, toko komik bekas ini biasanya selalu ramai dan penuh sesak. Tentu
saja isinya bukan komik porno melulu, agar tidak rancu dengan judul. Komik
doraemon, komik anak anak, buku pendidikan dan buku umum lainya juga pasti ada,
namanya juga toko buku, sedangkan yang berbau porno hanyalah sebagian kecil
saja. .
Yang terakhir, dan juga mungkin paling banyak beredar di negara kita
adalah adult video atau lebih dikenal dengan sebutan JAV.. Video porno, dan
sekarang mulai digantikan dengan dvd, biasanya bisa kita temukan di tempat
tempat penjualan, atau penyewaan video biasa. Untuk mendapatkannya, kita harus
memasuki ruangan khusus yang kadang hanya dibatasi dengan selembar kain. Bagi
yang maniac atau virus mesumnya sudah level tinggi, bisa mendatangi toko yang
khusus menjual video dan dvd porno saja. Tempatnya cukup luas bahkan kadang
sangat luas, dari lantai satu sampai diatasnya isinya penuh dengan barang
serupa tapi tidak sama. Peminatnya sekarang lebih bervariasi tidak didominasi
oleh pria setengah umur saja, namun juga laki laki muda bahkan wanitapun
walaupun jarang, kadang kadang bisa kita temukan “berkeliaran” walaupun
biasanya masih beserta pasangannya.
Dari info yang saya dapatkan, peredaran film sejenis ini, di Indonesia
lebih vulgar dan lebih bebas dari di Jepang dan bagi yang sudah pernah menonton
video porno di Indonesia dan membandingankannya dengan yang di sini pasti akan
kecewa berat, katanya. Kenapa ? Karena ternyata ternyata bagian yang dianggap
penting biasanya disensor atau diburamkan. Namun walaupun begitu bukan berarti
video yang tanpa sensor tidak bisa didapatkan Pembelian bisa dilakukan lewat
telephone, berdasarkan daftar selebaran yang dimasukkan oleh seseorang (entah
siapa) di kotak post rumah atau aparteman rumah. Transaksinya tentu saja gelap
alias illegal. Kalau kita beruntung, kita bisa mendapatkan video bersih tanpa
sensor, tapi kalau apes, berarti siap siap gigit jari. Penipuan seperti ini
kerap terjadi. Korban dipastikan tidak akan melapor, kecuali bagi mereka yang
mau merepotkan diri. Bisnis seperti ini biasa dilakukan oleh golongan yakuza.
Film dewasa dengan layar lebar juga bisa kita jumpai di bioskop bioskop
tertentu saja. Poster pertunjukan yang sedang atau akan dimainkan biasanya
ditempelkan di dinding khusus yang sangat tersembunyi atau di belakang gedung
berbading terbalik dengan bioskop normalnya. Namanya juga film, pasti ada jalan
ceritanya juga walaupun mungkin adegan utamanya sama saja. Kata mungkin
terpaksa saya tambahkan, karena belum pernah menontonya secara langsung cuma
dengar cerita dari teman doang.
Disamping media yang telah saya sebutkan di atas, masih ada beberapa
media lagi yang tidak luput dari pornography yaitu internet, tv cable dan yang
terakhir malah bisa dinikmati di program tv biasa, yang disiarkan dini hari
seminggu sekali, walau cuman foto fotoan dan bincang bincang masalah yang
ngeres dan sedikit ngawur.
Marak dan bebasanya peredaran barang barang pornography di sini
ternyata berbanding terbalik dengan kecilnya prosentase angka kejahatan
seksual, kasus pemerkosaan atau kehamilan remaja. Wanita tampak aman aman saja
"berkeliaran" di tengah malam atau pulang kerja ataupun kegiatan
lainnya. Pandangan mata nakal dan jelalatan dan gerombolan anak muda mengganggu
gadis lain yang lewat di jalan tampaknya tidak umum di negara ini. Satu satunya
kejahatan seksual yang sedikit umum adalah "chikan", yaitu
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan memegang bagian tubuh wanita
ketika berdesakan dalam kereta api dan mengintip celana dalam wanita lewat
kamera hp. Pelaku yang tertangkap, kasusnya biasanya diekspose di televisi dan
sudah bisa dihukum berat dengan diberhentikan dari pekerjaanya, Nah rasain lo !
Walaupun begitu setiap tetap saja ada orang yang nekat melakukannya. Uniknya,
pelakunya bukan hanya golongan atau karyawan biasa namun juga orang yang
menempati posisi tinggi di perusahaan. Korbanya lagi lagi wanita.
Melihat begitu maraknya bacaan dan tontonan porno atau dewasa,
bagaimana dengan tanggapan atau pengaruh generasi muda di sini ? Dari beberapa
orang yang pernah saya tanyakan disini jawabanya kadang cukup mencengangkan.
Kalau ada bacaan khusus anak anak tentu juga ada bacaan khusus dewasa. Didalam
masyarakat yang normal tentu juga ada sebagian kecil golongan yang tidak
normal, etchi atau hentai dan tampaknya golongan ini harus diberikan tempat
juga agar tidak mengganggu. Kadang pendapat itu ada benarnya juga, karena
walaupun dilarang, tampaknya tetap akan dicari.
Dari yang saya lihat juga, pornography ditanggapi dengan biasa biasa
saja. Bacaan atau tontonan yang mengandung pornography cendrung ditanggapi
biasa saja atau bahkan menurut saya cendrung sepi. Semua orang tampaknya
memilih bacaan atau tontonan sesuai kebutuhan dan umurnya. Seniman besar jaman
dulu keliber Kitagawa Utamaro, juga pernah mencipatakan seri lukisan ukioe yang
bertema sangat erotis, yang sebagian orang mungkin menyebutnya porno, atau
mungkin seni porno atau apalah, yang jelas harganya (karena kebetulan saya suka
lukisan) super ajaib karena si kolektor bisanya enggan menjualnya. Jadi dilihat
dari sejarahnya tampaknya masyarkat Jepang secara umum sudah terbiasa atau
mungkin juga sudah bosan dengan sesuatu yang berbau porno, sedangkan yang
sebagian kecil tetap saja membandel dan tidak pernah bosan.
Akhirnya tulisan ini harus saya akhiri juga dengan tanpa kesimpulan
apapun keculi satu pertanyaan penutup : "Apa yang terjadi kalau seandainya
kebebasan yang sama juga diterapkan di negara kita ?" Mungkin
kebanyakan orang sudah tahu jawabannya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar